
KPK Temukan Agen Travel Terlibat dalam Kasus Kuota Haji 2024
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan keterlibatan agen-agen travel dalam kasus kuota haji tahun 2024. Dalam pernyataannya, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, menyebutkan bahwa jumlah agen yang terlibat diperkirakan mencapai lebih dari 100 orang.
Asep menjelaskan bahwa pembagian kuota haji tersebut tidak merata. "Banyaknya pembagian itu, mungkin agen besar mendapatkan kuota yang lebih banyak dibandingkan agen kecil," ujarnya saat berbicara di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Dari total 100 agen tersebut, diduga ada sekitar 10 agen travel besar yang terlibat dalam penentuan kuota haji 2024. Informasi ini berasal dari hasil ekspose atau gelar perkara yang dilakukan oleh KPK. "Yang terlihat jelas adalah 10 agen besar, sedangkan yang lainnya sangat banyak," tambah Asep.
Menurut Asep, besaran kuota yang diterima oleh setiap agen travel tergantung pada ukuran perusahaan mereka. Hal ini menjadi salah satu fokus utama dalam penyelidikan KPK. Mereka terus memperdalam alur pembagian kuota haji 2024, mulai dari pemberi perintah hingga penerbitan Surat Keputusan (SK) Nomor 130 Tahun 2024.
Selain itu, KPK juga sedang menelusuri aliran dana yang terkait dengan kasus ini. "Setelah kuota dibagi, apa imbalannya? Ini yang sedang kita cari informasinya," jelas Asep.
Kerugian Negara Melebihi Rp 1 Triliun
Kasus ini telah menimbulkan kerugian negara yang diperkirakan melebihi Rp 1 triliun. Dalam penyelidikan ini, KPK juga telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ). Larangan ini berlaku selama enam bulan dan merupakan bagian dari proses penyidikan yang sedang berlangsung.
Yaqut Cholil Qoumas sudah beberapa kali dipanggil oleh KPK untuk dimintai keterangan. Selain YCQ, dua orang lainnya juga dicegah untuk bepergian ke luar negeri. Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, larangan ini diberlakukan karena kebutuhan pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi.
KPK telah meningkatkan status pengusutan kasus kuota haji ini dari penyelidikan ke penyidikan. Hal ini dilakukan setelah adanya temuan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi. Dengan demikian, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum untuk kasus ini.
Dalam penyidikan ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal ini menjerat perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara.
"Di mana dalam perkara ini (kuota haji) hitungan awal dugaan kerugian negaranya lebih dari 1 triliun," ujar Budi.