KPK Prediksi 100 Travel Haji Dapat Untung dari Pembagian Kuota

Featured Image

Keterlibatan Agen Perjalanan Haji dalam Kasus Korupsi Kuota

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa sekitar 100 agen perjalanan haji dan umrah menerima keuntungan dari pembagian kuota haji pada tahun 2024. Keuntungan ini berasal dari penambahan kuota haji reguler sebesar 20 ribu yang diperoleh pemerintah Indonesia dari Arab Saudi.

Menurut Asep, anggota KPK, pembagian kuota tersebut tidak dilakukan secara merata. "Jadi pembagiannya banyak tuh. Mungkin kalau travel-travel yang besar dapatnya lebih besar kuotanya. Kalau travel yang kecil ya kebagian 10 atau dibuat 10. Jadi sesuai dengan travel," ujarnya saat berbicara di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa, 12 Agustus 2025.

Ketua KPK Setyo Budiyanto juga menyebutkan adanya pihak-pihak yang diuntungkan dari kasus ini. Meskipun belum bisa membeberkan jumlah pasti biro perjalanan haji dan umroh yang terlibat, Setyo menegaskan bahwa akan ada penjelasan lebih lanjut setelah proses pemeriksaan selesai.

"Kalau soal itu nanti spesifik, karena terkait masalah keuntungan apa semuanya memang ada beberapa travel, nanti dari pemeriksaan nanti pasti akan terungkap," kata dia saat ditemui di kampus UGM Yogyakarta, Selasa kemarin.

Setyo menjelaskan bahwa ada beberapa travel yang bisa dikategorikan sebagai travel besar, sedang, maupun kecil. Saat ditanya apakah jumlah biro perjalanan haji dan umroh yang diuntungkan berjumlah 10 lebih, Setyo tidak menampiknya. "Ya lebih kurang, lebih kurang sekitar segitu lah," katanya.

Asep Guntur, anggota KPK, menjelaskan keterlibatan perusahaan travel haji dan umrah dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. Menurutnya, penyimpangan ini dimulai pada 2023 ketika pemerintah Indonesia bertemu dengan Raja Arab Saudi untuk menegosiasikan kuota haji tambahan.

Negosiasi ini digelar karena antrean haji reguler saat itu cukup panjang. Akhirnya, Indonesia mendapat persetujuan penambahan kuota haji sebanyak 20 ribu untuk kuota reguler. "Di undang-undangnya itu untuk kuota haji, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018, itu pembagiannya 92 persen untuk kuota reguler, sedangkan 8 persen untuk kuota khusus," kata Asep pada Rabu, 6 Agustus 2025.

Dia menjelaskan bahwa pembagian kuota haji saat itu seharusnya 92 persen untuk reguler serta 8 persen untuk kuota khusus. Namun, dalam realisasinya, pemerintah kala itu justru membagi dua sama rata kuota tambahan tersebut. "Tapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya. Itu tidak sesuai dengan aturan itu, dibagi dua, yaitu 10 ribu untuk reguler, 10 ribu lagi untuk kuota khusus," katanya.

Asep menuturkan bahwa para pihak travel juga mendapat keuntungan besar dari pembagian kuota haji khusus itu. Sebab, biaya untuk haji khusus lebih mahal daripada haji reguler. "Kalau dikalikan dengan biaya haji khusus, itu akan lebih besar pendapatannya, seperti itu. Uang yang terkumpul di haji khusus akan menjadi lebih besar. Nah, dari situlah mulainya perkara ini," ucap Asep.

KPK akhirnya menelusuri adanya aliran uang dari keuntungan pembagian kuota haji khusus kepada perusahaan travel. Asep mengatakan pembagian kuota khusus dari pemerintah ini melalui asosiasi travel haji dan umrah. "Jadi mereka (asosiasi travel) yang kemudian membagi. Tentunya kalau travel-nya besar, ya porsinya besar. Travel yang kecil, ya, dapatnya juga kecil," katanya.

Asep menjelaskan bahwa setiap agen travel haji dan umrah juga berbeda dalam menetapkan harga untuk kuota haji khusus. Alasan inilah yang tengah ditelusuri KPK ihwal aliran dana dari keuntungan penambahan kuota haji tersebut.

"Kemudian untuk membuktikan bahwa memang 10 ribu itu didistribusikan ke haji khusus, kami berangkatnya dari travel agen ini. Misalkan pada 2024, travel A mendapat berapa tambahan haji khususnya, 10 misalkan, travel B terus gitu, sehingga genaplah 10 ribu kuota," ujarnya.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال