
Penyelidikan Korupsi Kuota Haji 2024 Terus Berjalan
Sejumlah jasa travel diduga memperoleh keuntungan dari kuota haji tahun 2024. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa jasa travel yang terlibat mencakup berbagai ukuran, mulai dari besar hingga kecil. Ia menyatakan bahwa hal ini akan diungkap lebih lanjut setelah proses pemeriksaan selesai.
Setyo tidak menjelaskan secara rinci jasa travel yang dimaksud atau besaran keuntungan yang diperoleh. Namun, ia memberi indikasi bahwa setidaknya ada sekitar 10 travel yang diuntungkan dari kuota haji tahun lalu. Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya termasuk travel besar, sedang, dan kecil.
KPK telah meningkatkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan. Status ini diperoleh setelah KPK melakukan ekspose pada Jumat (8/8). KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dalam menangani kasus dugaan korupsi haji. Saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan, tetapi pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dicari selama proses penyidikan berlangsung.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai lebih dari Rp1 triliun. Untuk menghitung angka pasti kerugian negara tersebut, KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
KPK juga telah meminta keterangan sejumlah pejabat dan mantan pejabat di internal Kementerian Agama serta agen perjalanan haji dan umrah. Beberapa orang yang sudah diperiksa oleh KPK antara lain mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief, serta pegawai Kementerian Agama berinisial RFA, MAS, dan AM.
Selain itu, pendakwah Khalid Basalamah, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Muhammad Farid Aljawi, dan Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri) Asrul Aziz juga diperiksa. Yaqut menjalani proses klarifikasi selama sekitar 4 jam 45 menit di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/8). Pada Senin (11/8), KPK secara resmi menerbitkan larangan bepergian ke luar negeri terhadap mantan Menteri Agama tersebut.
Larangan bepergian ke luar negeri berlaku selama enam bulan ke depan untuk kepentingan proses penyidikan. Tindakan ini dilakukan karena keberadaan yang bersangkutan di Wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi.
Penyidikan kasus ini berpusat pada dugaan penyelewengan alokasi kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota tersebut seharusnya dibagi dengan proporsi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, KPK menemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum di mana kuota tambahan tersebut justru dibagi rata 50:50, atau masing-masing 10.000 jemaah untuk haji reguler dan khusus. Kebijakan inilah yang diduga menjadi sumber kerugian negara yang fantastis.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu, sebelumnya telah memberikan sinyal bahwa pihaknya membidik sosok "pemberi perintah" di balik pembagian kuota yang tidak sesuai aturan tersebut. Dengan naiknya status perkara ke penyidikan, KPK telah memastikan akan kembali memanggil Yaqut untuk diperiksa lebih lanjut.
KPK akan menjerat para pihak yang terlibat dalam kasus ini dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyasar perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara serta penyalahgunaan wewenang.
Dalam pernyataannya, jubir Gus Yaqut, Anna Hasbie, menyatakan bahwa Gus Yaqut baru saja mengetahui kabar pencegahan ke luar negeri oleh KPK. Ia menegaskan bahwa Gus Yaqut berkomitmen patuh pada hukum dan siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum guna menyelesaikan perkara ini sesuai ketentuan yang ada.
Gus Yaqut juga meyakini bahwa proses hukum akan berjalan secara objektif dan proporsional. Ia berharap seluruh pihak dapat menunggu hasil penyidikan tanpa prasangka, sambil memberikan ruang bagi penegak hukum untuk bekerja secara profesional.
Atas hal itu, Anna mengimbau masyarakat dan media untuk tidak berspekulasi atas pencegahan tersebut. Ia menekankan bahwa Gus Yaqut akan terus mengedepankan prinsip keterbukaan dan kepatuhan hukum dalam setiap langkahnya.
Bukti Kunci dalam Penyidikan
KPK membeberkan alasan pencegahan ke luar negeri terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Kepemilikan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Yaqut terkait pembagian kuota tambahan haji menjadi salah satu bukti kunci yang dipegang penyidik.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pencegahan terhadap Yaqut merupakan bagian dari proses penyidikan untuk mendalami siapa pemberi perintah dan penerima aliran dana dalam kasus ini. SK yang ditandatangani Yaqut tersebut kini menjadi salah satu bukti yang sangat potensial untuk menetapkan status tersangka.
Fokus utama penyidikan KPK saat ini adalah menelusuri proses terbitnya SK tersebut. KPK mendalami apakah kebijakan itu murni inisiatif Yaqut sebagai menteri, atau ada arahan dari pihak yang lebih tinggi. Di sisi lain, KPK juga mendalami kemungkinan adanya usulan dari bawah yang sengaja "disodorkan" untuk ditandatangani.
Kasus ini bermula dari adanya penambahan kuota haji sebanyak 20.000. Menurut Asep, kuota tambahan ini dibagi secara tidak proporsional, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian 50:50 ini dinilai menyalahi undang-undang yang seharusnya menetapkan porsi 92 persen untuk haji reguler dan 8 % untuk haji khusus.
KPK menduga ada peran dari level eselon satu (setingkat Dirjen) dan asosiasi haji khusus dalam perumusan kebijakan yang melanggar aturan ini. Dugaan ini muncul karena kebijakan tersebut diduga berasal dari tingkat dirjennya, di mana mereka awalnya sudah ketemu dengan asosiasi tersebut, akhirnya dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, artinya 50% -50%, yang dinilai tidak sesuai dengan undang-undang.