Keluh Kesah Pengusaha Wisata, Jual Bus hingga PHK Karyawan Akibat Study Tour Dilarang

Featured Image

Dampak Larangan Study Tour terhadap Pengusaha Pariwisata di Jawa Barat

Larangan study tour yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah berdampak signifikan pada sektor pariwisata. Kebijakan ini tidak hanya memengaruhi siswa dan guru, tetapi juga mengguncang pengusaha bus pariwisata yang selama ini mengandalkan kegiatan tersebut sebagai sumber pendapatan utama.

Study tour adalah aktivitas pembelajaran di luar lingkungan sekolah, seperti kunjungan ke museum, pabrik, kebun binatang, atau situs sejarah. Di Jawa Barat, larangan ini diberlakukan melalui Surat Edaran Nomor 45/PK.03.03.KESRA. Alasannya adalah biaya yang memberatkan orang tua siswa dan risiko kecelakaan selama perjalanan. Namun, dampak dari kebijakan ini terasa sangat keras bagi pelaku usaha.

Salah satu contohnya adalah H. Abung Hendrayana, pemilik PO Bus Pariwisata DMH Trans di Cileunyi, Kabupaten Bandung. Ia harus menjual beberapa unit bus miliknya karena pesanan dari sekolah tiba-tiba menurun drastis. "Tanpa pemberitahuan, tanpa diskusi. Tiba-tiba sekolah-sekolah batal semua," ujarnya. Sejak Juni 2025, DMH Trans telah menjual lima unit bus untuk bertahan hidup.

Di Kota Depok, Rachmat, pemilik PO Bus Smindo Trans, juga mengalami kesulitan serupa. Ia memutuskan untuk mengurangi jumlah karyawan, termasuk di bagian marketing dan operasional. "Rencana kita sih pengurangannya di 50 persen, karena untuk biaya operasional dan lain-lainnya sudah tidak mengcover," jelasnya. Meskipun ia berusaha menghindari PHK, kondisi ekonomi yang semakin sulit membuatnya harus mengambil langkah tersebut.

Tamparan Berlapis bagi Sektor Pariwisata

Koordinator Solidaritas Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB), Herdis Subarja, menyebut situasi ini sebagai "tamparan berlapis." Pasalnya, sektor pariwisata sudah terpuruk akibat lesunya perekonomian global, lalu kembali terkena dampak dari kebijakan mendadak pemerintah daerah.

Herdis mencatat bahwa hingga pertengahan Juli 2025, sedikitnya delapan perusahaan di Depok, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung mulai merumahkan sopir dan kru bus. "Perusahaan kehilangan pasar dan kehilangan aset, maka yang pertama jadi korban adalah tenaga kerja," katanya. Ia mengkhawatirkan adanya gelombang PHK jika tidak ada intervensi dari pemerintah.

Menurut data P3JB, sekitar 7.000 orang bergantung pada sektor pariwisata di Jawa Barat, termasuk pekerja formal dan informal seperti sopir, helper, tenaga operasional, hingga staf marketing dan admin. Tanpa tindakan cepat, ribuan keluarga bisa terkena dampak negatif dari kebijakan ini.

Herdis juga menyayangkan bahwa Pemprov Jabar tidak pernah melibatkan para pengusaha dalam penyusunan kebijakan tersebut. "Gubernur sepertinya tidak peduli akan nasib pelaku usaha dan pekerja sektor ini," ujarnya. Ia mempertanyakan kajian yang digunakan sebagai dasar kebijakan, serta data-data yang menjadi landasan pengambilan keputusan.

Protes dari Pelaku Wisata

Para pelaku wisata tidak tinggal diam. Pada Senin (21/7/2025), mereka melakukan demo di Gedung Sate, Kota Bandung, dengan membentuk blokade di sekitar jalanan. Mereka memprotes kebijakan larangan study tour yang berdampak langsung pada pendapatan mereka.

Meski mendapat protes besar-besaran, Dedi Mulyadi tetap teguh pendirian. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk melindungi orang tua siswa dari pengeluaran yang tidak perlu dan memastikan pendidikan tetap fokus pada pengembangan karakter siswa. "Demonstrasi kemarin menunjukkan semakin jelas bahwa kegiatan study tour itu sebenarnya kegiatan piknik, kegiatan rekreasi," ujarnya.

Dedi juga berharap industri pariwisata di Jawa Barat tetap berkembang, tetapi dengan target wisatawan yang memiliki kemampuan ekonomi, bukan dengan memaksa keluarga berpenghasilan pas-pasan untuk ikut study tour. "Semoga industri pariwisata tumbuh sehingga nanti yang datang berwisata itu adalah orang luar negeri, orang-orang yang punya uang dan memang murni bertujuan melakukan kepariwisataan," katanya.

Tantangan di Masa Depan

Dengan kebijakan yang terus berlanjut, sektor pariwisata di Jawa Barat menghadapi tantangan besar. Pengusaha dan pekerja mengharapkan solusi yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pendidikan dan keberlangsungan bisnis. Tanpa intervensi yang tepat, banyak pihak bisa terkena dampak negatif dari kebijakan ini.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال